Find Us

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 16 Desember 2012

Penolakan Hukuman Mati

Apakabar Blogger mania?? udah lama ne GW ngak nulis... sudah hampir 2 tahun. Lumayan juga ya. Kali ini GW mau nulis masalah "hukuman mati" yang selalu menjadi perdebatan hukum di negara kita Indonesia.
Hukuman mati menjadi wacana pro dan kontra di Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Pro dan kontra tersebut dapat digolongkan ke dalam dua kelmpok besar, yaitu Abolitionist dan Retentionist. Abolitionist merupakan orang-orang yang menentang hukuman mati, sedangkan Retentionist adalah orang-orag yang tetap menghendaki ppenerapan danpelaksanaan hukuman mati.
Sebagai seseoarang yang kontra terhadap hukuman mati berdasarkan data-data yang sudah ada, maka penulis akan memberikan beberapa alasan yang menolak adanya hukuman mati, yaitu sebagai berikut: 
1.      Bertentangan dengan hak dasar manusia untuk hidup
Di Indonesia, hukuman mati bertentangan dengan Konstitusi RI (UUD 1945) pasal 28 huruf i ayat (1) yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.
Hak untuk hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi (diambil) dalam keadaan apapun dan dengan alasan apapun. Jika negara “dengan sengaja” mengambil hak hidup warganya, termasuk dgn hukuman mati, maka jelas melanggar UUD 1945. Ironisnya, Konstitusi kita sudah melarang hukuman mati, sedangkan UU dibawahnya (KUHP) masih melegalkan hukuman mati.
2.      Penghargaan Terhadap Kehidupan
Penghargaan terhadap kehidupan adalah nilai utama yang berlaku universal. Hidup dan kehidupan adalah anugerah dan karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, dan hanya Tuhan sendiri yang bisa mengambilnya. Dalam agama, konsep kesucian hidup adalah konsep yang diakui, bahwa hidup manusia adalah suatu hal yang suci dan merupakan anugerah dari Tuhan.
3.      Tidak adanya efek jera
Pelegalan hukuman mati dengan dasar pandangan bahwa hukuman mati itu bisa membuat orang lain menjadi “jera” dan tidak mengulang kejahatan tersebut sudah lama tidak lagi menjadi pandangan utama dalam pemikiran filsafat hukum. Hal ini dikarenakan tidak adanya korelasi antara penjatuhan hukuman mati dengan menurunnya tingkat kriminalitas yang diancam dengan hukuman mati. Dari kenyataan sosiologis, tidak ada pembuktian ilmiah hukuman mati akan mengurangi tindak pidana tertentu. Artinya hukuman mati telah gagal menjadi faktor determinan untuk menimbulkan efek jera, dibandingakan dengan jenis hukuman lainnya.
4.      Pendidikan dan Pembelajaran
Pandangan yang sekarang ini dianut dalam filsafat hukum adalah suatu hukuman haruslah mempunyai suatu efek pembelajaran, khususnya bagi terdakwa. Seorang terdakwa dihukum agar dirinya dapat belajar dari tingkah lakunya dan tidak akan melakukan kejahatan itu nantinya. Semua orang mempunyai kapasitas untuk belajar dan berubah.
5.      Hilangnya kesempatan berubah
Hukuman mati menutup kemungkinan seseorang untuk berubah. Dengan menjatuhkan hukuman mati, negara langsung memvonis bahwa seorang terhukum pasti tidak akan berubah. Padahal setiap orang mempunyai kemungkinan untuk berubah. Secara unum tujuan pemidanaan dalam pidana Indonesia adalah bukan sebagai sarana balas dendam melainkan untuk memberi pelajaran bagi terpidana agar apabila terpidan selesai menjalani hukuman, di harapkan menjadi anggota masyarakat yang baik, membuktikan kepada masyarakat bahwa dia bisa berubah, bahkan bisa menjadi pola anutan bagi masyarakat sekitarnya. Dan dengan adanya hukuman mati menghapus kesempatan itu semua.
6.      Ketidak sempurnaan Hukum
Fakta sejarah menunjukkan bahwa hukum itu tidak sempurna. Banyak kita lihat, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia, kasus terhukum yang diubah hukumannya setelah mendapat bukti-bukti baru. Misalnya kasus Pakde di tahun 80-an yang saat itu terbukti bersalah membunuh artis Suzana, yang kemudian dibebaskan bertahun-tahun kemudian, karena ada bukti-bukti baru dan terjadinya kesalahan proses peradilan masa itu, yang menunjukkan bahwa Pakde tidak bersalah. Pelaksanaan hukuman mati menyebabkan revisi terhadap fakta ini tidak bisa terjadi, karena sang terhukum sudah terlanjur mati (dan kenyataan ini pernah terjadi di Amerika, di mana ditemukan seseorang ternyata tidak bersalah terhadap suatu kasus, padahal orang tersebut sudah terlanjur dihukum mati). Hal ini menunjukkan bahwa karakter reformasi hukum positif Indonesia masih belum menunjukkan sistem peradilan yang independen, imparsial, dan aparatusnya yang bersih. Bobroknya sistem peradilan bisa memperbesar peluang hukuman mati lahir dari sebuah proses yang salah.
Miftah Faridl, dalam bukunya Pokok-pokok Ajaran Islam mengatakan bahwa bagi penegak hukum dalam negara Islam terdapat prinsip “Lebih baik salah memaafkan dari pada salah menghukum”. Berdasarkan prinsip tersebut menunjukan bahwa Islam sangat berhati-hati dalam menjatuhkan hukuman, khususnya hukuman mati. Sehingga harus benar-benar mendapatkan keputusan yang kuat baru seorang dapat dieksekusi hukuman mati.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More