Find Us

Rabu, 30 Maret 2011

Lembaga Hukum Islam Di Indonesia







A. PENGERTIAN LEMBAGA ISLAM

Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai pengertian lembaga Islam, perlu di ketahui bahwa ada beberapa istilah yang berhubungan dengan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan.Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan dari istilah asing social institution.Tetapi para pakar menyatakan bahwa padanan dari istilah trsebut adalah pranata sosial, karena merujuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur tingkah laku masyarakat. Selain itu juga ada ahli ilmu sosial yang menggambarkan padanan lain yaitu bangunan sosial, terjemahan dari bahasa Jerman Soziale Gebilde.
Sedangkan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka di dalam masyarakat.
Dari sedikit uraian diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa istilah lembaga mengandung dua pengertian, yaitu pranata yang mengandung arti norma atau sistem, dan bangunan yang menggambarkan bentuk dan susunan institusi sosial.
Pembahasan yang lebih khusus lagi tentang lembaga Islam, bahwa pengertian Lembaga Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, yang sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang sangat beragam mengikuti perkembangan zaman.Kebutuhan tersebut diantaranya adalah kebutuhan keluarga, kebutuhan pendidikan, kebutuhan hukum, kebutuhan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

B. FUNGSI LEMBAGA ISLAM DI INDONESIA

Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa fungsi pokok, diantaranya adalah :
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang menyangkut kebutuhan pokok.
2. Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
3. Menjaga keutuhan masyarakat.
Dari beberapa fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut di atas, jelas bahwa apabila seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan.
            Negara Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yang kurang lebih 88,09% mengaku beragama Islam. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku masyarakat yang ada di Indonesia, seyogyanya harus dipelajari dan di perhatikan dengan seksama mengenai lembaga-lembaga Islam yang mempengaruhi bahkan menentukan pola tingkah laku dan sikap hidup umat Islam.Dan perlu di garis bawahi bahwa tanpa adanya pembelajaran yang baik mengenai lembaga-lembaga Islam, orang tidak mungkin dapat memberikan penilaian yang benar tentang umat Islam.
Perlu kita ketahui bahwa kesalahan para ahli ilmu sosial dari Barat yang meneliti kemudian menulis tentang umat Islam terletak pada kenyataan bahwa mereka pada umumnya tidak memahami lembaga Islam yang bersumber dari ajaran Islam. Selain itu, metode yang mereka pergunakan tidak selaras dengan ajaran Islam, karena tradisi dan filsafat yang mereka kembangkan dipengaruhi oleh dua aliran pikiran, yaitu aliran Liberalis Kapitalis dan aliran Marxis.
Aliran kapitalis liberalis adalah aliran yang mengutamakan benda dan hanya bersifat duniawi saja.Akal pikiran serta perasaan manusia yang dikembangkan secara bebas dan otonom oleh aliran ini diputuskan hubungannya dengan sumber samawi yaitu sumber yang berasal dari Tuhan.
Aliran yang berpaham sekuler ini melepaskan diri dari agama.Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan Islam yang lembaganya bersumber dari ajaran agama Islam.
Aliran yang kedua yaitu aliran Marxis adalah aliran yang tumbuh dan kemudian menolak aliran pertama yang liberalis kapitalis dan sekuler serta menolak segala sesuatu yang bersangkut paut dengan Tuhan, agama, dan akhirat.
Dari kenyataan diatas, maka diperlukan metodologi yang selaras dengan ajaran Islam, yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan sejalan dengan sumber ajaran Islam. Perkembangan selanjutnya, melihat hal-hal tersebut maka banyak metodologi yang dikembangkan oleh para sarjana muslim sendiri.
Karena fungsinya yang sangat penting dalam masyarakat, dahulu lembaga Islam di perkenalkan melalui kurikulum perguruan tinggi. Sebagai contoh yaitu pada Sekolah Tinggi Hukum yang didirikan pada tahun 1925 di Batavia memasukkan lembaga Islam kedalam kurikulumnya dengan namaMohammedansche Recht Instellingen van den Islam, yang artinya adalah Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam. Selain itu juga dahulu Sekolah Tinggi Hukum atau Recht Hogescool yang menjadi cikal bakal Fakultas Hukum serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan sadar mencantumkan lembaga-lembaga Islam di dalam kurikulumnya
dengan maksud agar mereka yang bekerja di Hindia Belanda yang penduduknya beragama Islam dapat memahami tingkah laku masyarakat Islam.
Dari sini dapat kita lihat dengan jelas betapa pentingnya lembaga-lembaga Islam. Di Indonesia terdapat beberapa lembaga hukum islam, diantaranya adalah:

1. MAJELIS ULAMA INDONESIA

A. PENGERTIAN
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu'ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk:
1. Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah SWT.
2. Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah).
4. Meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.
Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Mahfudz. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya.Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.
Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia. Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri.Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan.Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.

B. FUNGSI MAJELIS ULAMA INDONESIA
Terdapat lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:
1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya).
2. Sebagai pemberi fatwa (mufti).
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Ri’ayat wa khadim al ummah).
4. Sebagai penegak amar ma'ruf nahi munkar.

C. HUBUNGAN MUI DENGAN PIHAK LUAR
Sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, zuama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini ditampilkan dalam kemandirian  kepada pihak-pihak lain di luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap dan mengambil keputusan atas nama organisasi. Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia tidak bermaksud dan tidak dimaksudkan untuk menjadi organisasi supra-struktur yang membawahi organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi memposisikan dirinya sebagai wadah tunggal yang mewakili kemajemukan dan keragaman umat Islam.
Majelis Ulama Indonesia, sesuai niat kelahirannya, adalah wadah silaturrahmi ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam. Namun perlu ditegaskna bahwa kemandirian tidak berarti menghalangi Majelis Ulama Indonesia untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak-pihak lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selama dijalankan atas dasar saling menghargai posisi masing-masing serta tidak menyimpang dari visi, misi dan fungsi Majelis Ulama Indonesia. Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran Majelis Ulama Indonesia bahwa dirinya hidup dalam tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam dimana dirinya menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidupberdampingan dan bekerjasama antarkomponen bangsa untuk kebaikan dan kemajuan bangsa.Sikap Majelis Ulama Indonesia ini menjadi salah satu ikhtiar mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (Rahmat bagi Seluruh Alam).

D. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
1. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Arah Kiblat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meralat fatwa No 03 Tahun 2010 tentang Kiblat. Arah kiblat yang sebelumnya disebutkan menghadap barat kini telah direvisi menjadi ke arah barat laut. Letak Indonesia tidak di timur pas Kabah tapi agak ke selatan, jadi arah kiblat kita juga tidak barat pas tapi agak miring yaitu arah barat laut.                                                                                                                  
Fatwa yang diralat tersebut adalah fatwa yang dikeluarkan MUI Tanggal 22 Maret 2010 lalu. Adapun diktum fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat disebutkan:
1. Kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat Kabah adalah menghadap ke bangunan Kabah (ainul ka’bah).
2. Kiblat bagi orang yang salat dan tidak dapat melihat Kabah adalah arah Kabah (jihat al-Ka’bah).
3. Letak georafis Indonesia yang berada di bagian timur Kabah/Mekkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat.
2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Penghara
man Merokok
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa kontroversial. Melalui Ijtima` Ulama Komisi Fatwa MUI ke III mengenai pengharaman merokok.Ditetapkan bahwa merokok adalah haram bagi anak-anak, ibu hamil, dan dilakukan di tempat-tempat umum. Sebagai bentuk keteladanan, diharamkan bagi pengurus MUI untuk merokok dalam kondisi yang bagaimanapun. Alasan pengharaman ini karena merokok termasuk perbuatan mencelakakan diri sendiri. Merokok lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya (itsmuhu akbaru min naf`ihi).
Dengan fatwa ini, para ulama dan kiai pesantren terlibat dalam pro dan kontra. Beberapa guru besar agama Islam dan ulama termasuk pengurus MUI daerah menolak pengharaman itu. Bahkan, Institute For Social and Economic Studies (ISES) Indonesia menyelenggarakan pertemuan tandingan yang diikuti para ulama kontra fatwa MUI, para buruh perusahaan rokok, dan petani tembakau, di Padang Panjang. Mereka meminta pencabutan fatwa MUI tersebut, karena dikhawatirkan akan menghancurkan ekonomi masyarakat yang menyandarkan hidupnya pada bisnis tembakau ini.
Dalam konteks itu, Ada beberapa hal yang perlu diketahui dan menjadi bahan pertimbangan:
Pertama, keharaman rokok tidak ditunjuk langsung oleh Alquran dan Hadits, melainkan merupakan hasil produk penalaran para pengurus MUI, sehingga bisa benar atau keliru. Dengan demikian, keharaman rokok tak sama dengan keharaman khamr. Jika haramnya meminum khamr bersifat manshushah (ditunjuk langsung oleh teks Alquran), maka keharaman merokok bersifat mustanbathah (hasil ijtihad para ulama). Menurut para ulama ushul fikih, kata haram biasanya digunakan untuk jenis larangan yang tegas disebut Alquran dan Hadits. Sementara larangan yang tak tegas, tak disebut haram melainkan makruh tahrim.
 Kedua, yang menjadi causa hukumnya, menurut ulama MUI, merokok termasuk perbuatan yang mencelakakan diri sendiri. Rokok mengandung zat yang merusak tubuh. Dengan menggunakan mekanisme masalikul `illat dalam metode qiyas ushul fikih, alasan mencelakan diri sendiri tak memenuhi syarat dan kualifikasi sebagai illat al-hukm. Ia terlalu umum (ghair mundhabith). Sebab, sekiranya mencelakan diri sendiri ditetapkan sebagai causa hukum, maka semua barang yang potensial menghancurkan tubuh bisa diharamkan. Gula yang dikonsumsi dalam waktu lama bisa menimbulkan diabetes. Begitu juga makanan lain yang mengandung kolesterol tinggi bisa diharamkan karena akan menyebabkan timbulnya beragam penyakit. Karena itu, diperlukan keahlian sekaligus kehati-hatian dalam menentukan alasan hukum pengharaman sebuah tindakan. Para ahli ushul fikih sepakat bahwa causa hukum sebuah perkara, di samping ditetapkan nash Alquran dan Hadits, juga diputuskan oleh ulama yang telah memenuhi kualifikasi seorang mujtahid.
Ketiga, merumuskan hukum (istinbath al-hukm) dan menerapkan hukum (tathbiq al-hukm) adalah dua subyek yang berbeda. Jika perumusan hukum membutuhkan perlengkapan teknis-intelektual untuk menganalisa dalil-dalil normatif dalam Islam, maka menerapkan hukum memerlukan analisis sosial,ekonomi dan politik.

2. MUHAMMADIYAH
A. Sejarah Muhammadiyah
               Awal mula sebelum terbentuk oganisasi Muhammadiyah, Ahmad Dahlan membentuk sebuah sekolah di Yogyakarta, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911. Ketika diresmikan,sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu.Sebagai lembagapendidikan yang baru saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh AhmadDahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan.Dalam kondisi seperti itu, pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi dalam BudiUtomo dan Jamiat Khair menjadi suatu hal yang sangat penting bagi munculnyaide dan pembentukan satu organisasi untuk mengelola sekolah tersebut, disamping kondisi makro pada saat itu yang telah menimbulkan kesadaran akanarti penting suatu organisasi modern maupun masukan yang didapat dari parapendukung, termasuk dari para murid Kweekschool Jetis.Ide pembentukan organisasi itu kemudian didiskusikan lebih lanjut dengan orang-orang yang selama ini telah mendukung pembentukan dan pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para anggota dan pengurus Budi Utomo serta guru dan murid Kweekschool Jetis.
                    Dalam satu kesempatan untuk mendapatkan dukungan dalam rangka merealisasi ide pembentukan sebuah organisasi, Ahmad Dahlan melakukan pembicaraan dengan Budiharjo yang menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis dan R. Dwijosewoyo, seorang aktivis Budi utomo yang sangat berpengaruh pada masa itu. Pembicaraan tersebut tidak hanya terbatas pada upaya mencari dukungan, melainkan juga sudah difokuskan pada persoalan nama, tujuan, tempat kedudukan, dan pengurus organisasi yang akan dibentuk. Pada bulan-bulan akhir tahun 1912 persiapan pembentukan sebuah perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif, melalui pertemuan-pertemuan yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah sepertinama dan tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda.
       Anggaran dasar organisasi ini dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu, yang dalam penyusunannya mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu di Kweekscbool Jetis.
Muhammadiyah apabila di tinjau dari segi bahasa berarti umat dan pengikut Nabi Muhammad. Menurut pengertian istilah, penamaan muhammadiyah adalah agar para anggota dan pengikutnya dapat menauladani jejak Nabi Muhammad SAW, sehingga masing-masing umat Muhammadiyah merasa bangga dan terhormat dengan ajaran agamanya, dan tidak perlu merasa malu kepada siapapun yang mengatakan bahwa dirinya sebagai orang Islam yang taat pada tuntunan Nabinya.
Pada hakekatnya, amalan-amalan Muhammadiyah telah dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan sejak tahun 1905, jauh sebelum Muhammadiyah secara resmi didirikan. Baru pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 bertepatan pada tanggal 18 November 1912 Muhammadiyah resmi berdiri.

B. FAKTOR-FAKTOR BERDIRINYA MUHMMADIYAH
Faktor-faktor penyebab didirikannya Muhammadiyah, antara lain :
1. Faktor Intern umat Islam Indonesia, yaitu :
a.       Rusaknya umat baik dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan, sertakeagamaan
b.      Tidak tegaknya kehidupan agama Islam dalam diri masyarakat.
c.       Tidak bersihnya Islam akibat dari bercampurnya berbagai macam faham.
d.      Tidak efisiennya berbagai macam lembaga-lembaga Islam yang ada.
e.       Kurang adanya persatuan dan kesatuan umat Islam dalam membela kepentingan Islam.
2. Faktor Ekstern
a.      Pengaruh gerakan reformasi dan modernisasi yang dipelopori oleh Djamalludin al-Afghani dan Muhammad Abduh.
b.      Kegiatan-kegiatan kristening politik, yaitu usaha mengkristenkan umat Islam.
c.       Adanya penjajahan kolonialis Belanda yang membelenggu rakyat dan umat Islam.
d.      Penetrasian kebudayaan barat, sehingga menimbulkan sikap acuh tak acuh bahkan mencemoohkan ajaran Islam dari kalangan terpelajar Indonesia.
Muhammadiyah memiliki tugas menjaga amanat menjadi khalifah di muka bumi, melalui upaya menciptakan lahan pendidikan yang mampu melahirkan kader-kader sesuai dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat yang lemah.
Tugas pokok Muhammadiyah adalah membimbing umat, atau memberikan arah untuk memberikan penyegaran paham keagamaan. Muhammadiyah harus melihat secara tajam interaksi antara dinamika ekonomi dengan gerakan dakwah yang tidak dapat di pisahkan satu sama lain.
Muhammadiyah juga harus mampu menyeimbangkan adanya ketidak seimbangan persaingan antara kepentingan bisnis besar dengan ekonomi rakyat kecil.Karena kepentingan ekonomi rakyat kecil yang di tandai oleh usaha kecil ini telah menyerap 83% dari kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Apabila ini tidak mendapat kesempatan secara seimbang dalam mengembangkan ekonominya, maka akan berakibat pada semakin lemahnya ekonomi rakyat.
Perkembangan selanjutnya, Muhammadiyah terus berkembang dan hingga kini masih menunjukkan eksistensinya di masyarakat.Kiprahnya di dalam masyarakat hingga membuat Nurcholis Madjid menunjuk Muhammadiyah sebagai organisasi modern terbesar di dunia di kalangan umat Islam baik level nasional ataupun internasional.
Nurcholis juga mengatakan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi yang solid, tetap utuh dari atas ke bawah. Muhammadiyah adalah organisasi yang amaliyah yang terbesar, dilihat dari sejumlah sekolah dan universitasnya.
Menurut Kuntowijoyo, seorang sejarawan dari UGM, menyatakan bahwa Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan Islam pembaharu, yang telah berhasil memadukan iman dan kemajuan melalui gerakan rasionalisasi dan pemurnian agama yang merupakan ciri pembaruannya. Sehingga Muhammadiyah di pandang sebagai suatu ideologi yang sering dihubungkan dengan perubahan sosial, baik masyarakat kota, industri, dan modern.
Untuk selanjutnya, Muhammadiyah terus berkembang dan tantangan semakin banyak.Sehingga kritik pun perlu di dalam perkembangannya.Maka dari itu, dalam perkembangan Muhammadiyah terus bermunculan berbagai macam kritik, dan hal tersebut nyatanya mampu membuat Muhammadiyah terus berkembang hingga saat ini.

C. FATWA MUHAMMMADIYAH

1. Fatwa Muhammadiyah Tentang Merokok
Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan fatwa bahwa merokok adalah kegiatan haram bagi umat Islam.Berbeda dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), fatwa haram yang dikeluarkan Muhammadiyah itu tanpa batas umur tertentu.
Pada tahun 2005 Majelis Tarjih terlebih dahulu mengeluarkan fatwa yang berbunyi, merokok hukumnya mubah, yang berarti boleh dikerjakan, tapi kalau ditinggalkan lebih baik. Namun, fatwa itu kemudian direvisi karena dampak negatif merokok mulai dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, tidak hanya oleh perokok.
Keputusan yang dituangkan dalam fatwa No 6/SM/MTT/III/2010 itu menggunakan pertimbangan dasar dalam Alquran dan hadis (hukum Islam), serta pertimbangan sebab-akibat. Merokok terbukti sebagai upaya menyakiti dan membahayakan diri sendiri secara perlahan. Merokok juga menimbulkan mudharat untuk orang lain, serta termasuk tindak pemborosan yang mubazir.
Dasar ketiga hal tersebut secara jelas tertuang dalam Surat An-Nisa ayat 29, surat Al Baqarah ayat 195
Muhammadiyah sedang menyiapkan jalan keluar penyiapan tanaman alih fungsi bagi petani tembakau. Pihaknya juga akan menekan pemerintah untuk membatasi impor tembakau yang menyengsarakan petani kecil. Wacana pelarangan merokok akan menyengsarakan petani dan mempengaruhi ekonomi bisa terbantahkan karena yang paling diuntungkan dari industri rokok adalah pemilik perusahaan dan bukan petani.  
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, menyambut baik fatwa haram tersebut. Dia menjelaskan, tingkat perokok pada anak-anak saat ini telah menyentuh usia 5 tahun. Hal tersebut menunjukkan bagaimana marketing rokok telah efektif menarik perhatian anak kecil.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More