SIGNIFIKANSI PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM PROSES PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Masyarakat dan Perkembangan Hukum
Paton mengatakan bahwa semua masyarakat yang telah mencapai tingkat perkembangan tertentu harus menciptakan suatu sistem hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingan tertentu. Jika masyarakat berkembang, maka konsepsi-konsepsi hukum akan menjadi lebih sempurna dan kepentingan yang dilindungi akan berubah. Menurut Paton selanjutnya, tidak ada alasan bagi kita untuk berusaha tidak menjawab berbagai permasalahan tersebut.
Statement yang dikemukakan G.W. Paton tersebut adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Kemajuan-kemajuan dalam bidang sosial, budaya, dan teknologi bergerak begitu cepat. Akibatnya, berbagai sarana dan pranata-pranata yang telah ada seperti peraturan perundang-undangan menjadi ketinggalan dan tidak sesuai lagi dengan dinamika masyarakat dan pembangunan zaman.
Di Indonesia dalam era pembangunan Pelita V yang sebentar lagi akan memasuki tahap tinggal landas (take off) untuk menuju masyarakat adil, makmur, aman, dan sejahtera, telah melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan termasuk dalam bidang hukum. Pembangunan dalam bidang hukum ini perlu untuk mengimbangi pesatnya pembangunan di bidang-bidang lain.
Dalam rangka pembangunan di bidang hukum ini, GBHN mengamanatkan, antara lain:
a. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakan, pelayanan, dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
b. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu, antara lain melalui kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu, serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan dalam berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam rangka pembangunan hukum itu, diperlukan terlebih dahulu adanya perencanaan hukum (legal planning) yang dapat menampung segala kebutuhan dalam suasana perubahan-perubahan sosial atau dinamika masyarakat. Namun sebagaimana dikatakan Sunaryati Hartono., “Legal Planning” itu bukan pekerjaan yang mudah. Harus terlebih dahulu kita mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam tentang sistem hukum asing. Di sinilah letak perlunya Perbandingan Hukum (Comparative Law).
Dengan perbandingan hukum akan memperluas cakrawala berpikir serta memberi kesadaran kepada perencana/pelaksana pembangunan hukum itu bahwa bagi setiap masalah hukum terbuka lebih dari hanya satu cara untuk mengatasinya.
Apalagi dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern sekarang ini. Akibat kemajuan teknologi, jarak-jarak antar negara semakin rapat, hubungan komunikasi semakin cepat, maka setiap negara akan cenderung memperbandingkan dirinya dengan negara lain, dengan maksud untuk memelihara keseimbangan dan harmonisasi antar negara sehingga tujuan nasional masing-masing dapat tercapai.
B. Similarities and Divergencies
Perbandingan hukum (Rechtsvergelijking) pada dasarnya menunjukkan suatu rangkaian kegiatan membanding-bandingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain; dengan perkataan lain membanding-bandingkan lembaga hukum (legal institution) dari suatu sistem (stelsel) hukum dengan lembaga hukum dari sistem hukum yang lain.
Dengan melakukan perbandingan itu, kita akan dapat menemukan unsur-unsur persamaan (similaritas) dan juga unsur-unsur yang berbeda (divergensi) dari kedua lembaga ataupun sistem hukum itu.
Memperbandingkan hukum dapat dilakukan dari berbagai sudut peninjauan, seperti memperbandingkan:
- Hukum tertentu di masa lampau dengan hukum yang sama di masa sekarang.
- Hukum yang sifatnya deskriptive dengan yang bersifat applied (praxis).
- Hukum publik dengan hukum perdata.
- Hukum tertulis dengan hukum yang tidak tertulis (Hukum Adat), dan lain sebagainya.
Dalam perkembangannya dewasa ini, perbandingan hukum telah mendapat tempat penting baik dalam rangka edukasi hukum maupun dalam mengembangkan atau membangun hukum tertentu dalam prakteknya. Namun apabila dipertanyakan apakah perbandingan hukum itu merupakan suatu disiplin ilmu hukum yang telah berdiri sendiri (self standing) maka dewasa ini pada umumnya terdapat dua faham:
1. Faham yang mengatakan bahwa perbandingan hukum adalah suatu cabang ilmu hukum yang terpisah atau berdiri sendiri sebagaimana cabang ilmu hukum lainnya. Menurut R. Sianturi, S.H., hal ini karena hukum perbandingan mengikuti metode dan asas-asas ilmu hukum pada umumnya dan perbandingan hukum pada berbagai Fakultas Hukum telah dijadikan sebagai mata kuliah yang tersendiri.
2. Namun kebanyakan sarjana berpendapat bahwa perbandingan hukum bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Gutteridge bahwa “The phrase Comparative Law Denates a method of study and research and not a distinct branch of departement of the law.”
Menurut DR. Muladi, S.H., Comparative Law bukanlah “a body of rules and principles” melainkan “the technique of dealing with actual foreign law elements of a legal problem”. Holland bahkan secara lebih sempit menyatakan bahwa lingkungan Comparative Law, praktis dibatasi pada penyelidikan-penyelidikan deskriptive dan lebih menekankan pada analisa, sistematisasi, dan interpretasi.
Perbandingan hukum terlepas dari pendapat-pendapat di atas mempunyai banyak manfaat. Dari segi pendidikan hukum maka rechts vergelijking akan sangat bermanfaat untuk membuka cakrawala berpikir yang lebih luas bagi para mahasiswa sehingga tidak menjadi picik dan sempit. Dengan perbandingan hukum disadari bahwa ada cara-cara lain yang mungkin memecahkan persoalan yang dihadapi.
Dengan demikian, mahasiswa mengetahui sisi-sisi yang terang dan sisi-sisi yang gelap mengenai caranya sendiri memecahkan persoalan-persoalan hukum. Akhirnya, dengan mempelajari hukum asing itu ia mempunyai pandangan yang lebih tepat mengenai hukumnya sendiri dan mempunyai argumentasi yang reasonable, bila ada pertanyaan kenapa demikian (oleh Prof. Dr. A. Zamal Abidin hal ini disebut dengan istilah Legal reasoning).
Di samping manfaat secara ilmiah di atas, perbandingan hukum juga bermanfaat secara praxis baik untuk jurisprudensi, legislasi, dan harmonisasi hubungan internasional. Selanjutnya mengenai manfaat perbandingan hukum khususnya hukum pidana penulis uraikan dalam bab tersendiri.
BAB II
LEGAL SYSTEM TERKEMUKA DI DUNIA DAN KARAKTERISTIKNYA
LEGAL SYSTEM TERKEMUKA DI DUNIA DAN KARAKTERISTIKNYA
Di dunia sebenarnya terdapat berbagai sistem hukum dengan karakteristiknya maupun dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam Ilmu Hukum Pidana dewasa ini lazim dikenal adanya 3 (tiga) sistem hukum pidana yang paling menonjol dan mengemuka yang masing-masing mempunyai ciri-ciri khas ataupun karakteristik sendiri pula. Walaupun pada akhirnya kita dapat melihat suatu kecenderungan (tendency) bahwa ciri-ciri khas masing-masing sistem hukum pidana tersebut semakin tidak tegas lagi. Hal ini baik karena pertimbang-pertimbangan teknis maupun karena adanya kebutuhan hukum yang semakin kompleks. Daam bab ini penulis mencoba megemukakan tentang ketiga sistem hukum pidana tersebut.
A. Sistem Hukum Pidana Eropa Kontinental
Sistem hukum pidana Eropa Kontinental adalah sistem hukum pidana yang lazim dipergunakan di negara-negara Eropa daratan. Pada awalnya sistem hukum pidana Eropa Kontinental ini berasal dari hukum Romawi kuno yang selanjutnya diresepsi dalam kode Napoleon. Dari sinilah kemudian menyebatr ke berbagai daratan Eropa seperti Jerman, Belanda, Spanyol, dan lain sebagainya.
Ketika negara-negara Eropa Kontinental ini melakukan penjajahan ke berbagai bagian bumi baik di Asia, Afrika, dan lain-lain, selama berpuluh tahun bahkan beratus tahun, maka mereka turut menerapkan sistem hukum pidana seperti yang dipakai di negara asal mereka di negara-negara yang mereka jajah, yang pada umumnya sistem hukum pidana tersebut berlanjut sampai sekarang.
Ada beberapa ciri khas ataupun karakteristik dari sistem hukum pidana Eropa Kontinental ini, antara lain dalam hal:
Pengkodifikasiannya
Kendatipun dalam perkembangannya sukar untuk menentukan sistem hukum pidana mana yang lebih terkodifikasi, namun pada umumnya dapat dikatakan bahwa sistem hukum pidana Eropa Kontinental adalah terkodifikasi, karena diundangkan sekaligus dalam satu kitab.
Hal ini menunjukkan bahwa sumber hukum pidana yang utama dalam negara-negara yang menganut sistem Eropa Kontinental adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidananya.
Berbagai ketentuan hukum pidana dalam rangka kodifikasi ini dimuat dan diatur dalam suatu Kitab Hukum Pidana yang dikenal dengan istilah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagai contoh dapat disebutkan adalah Hukum Pidana Belanda (yang semula berasal dari Code Penal Perancis) terdapat dalam satu kitab yang terdiri dari tiga buku. Hal yang sama juga terdapat di Indonesia yang memang diresepsi dari hukum pidana Belanda dahulu.
Dalam perkembangannya sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, ternyata perundang-undangan Hukum Pidana atau perundang-undangan yang di dalamnya terdapat materi hukum pidana, semakin lama semakin banyak dan menumpuk juga. Di Indonesia misalnya dapat dikatakan bahwa materi hukum pidana di luar KUHP (hukum pidana khusus) justru lebih banyak dan terus bertambah, seperti:
- Undang-undang No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Undang-Undang No.9 Tahun 1976 tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika.
- Undang-Undang No.7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.
- UU No.8 Darurat 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi dan diubah menjadi UU No.1 Tahun 1961.
Dengan telah tertulisnya semua ketentuan tentang hukum pidana, dapat dikatakan bahwa dalam sistem Eropa Kontinental lebih terjamin adanya kepastian hukum. Walaupun kepastian hukum yang terkandung dalam sistem ini adalah kepastian hukum yang bersifat formal yang dalam hal-hal tertentu selalu tertinggal oleh perkembangan peradaban dan kesadaran hukum masyarakat. Karena itulah di negara-negara Eropa Kontinental sudah semakin berkembang kepastian hukum yang bersifat materil.
Selanjutnya sistem hukum pidana Eropa Kontinental mempergunakan sistem peradilan yang berbeda dengan sistem Anglo Saxon. Di negara-negara Eropa Kontinental dianut sistem di mana Hakim atau Majelis Hakim yang mengadili perkara pidana; dengan kata lain hakim atau majelis hakimlah yang menentukan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa dan sekaligus menjatuhkan putusannya baik berupa pemidanaan ataupun pembebasan.
Indonesia sebagai negara bekas jajahan dari salah satu negara Eropa Kontinental di mana Kitab Undang-Undang Hukum Pidananya sampai kini masih merupakan warisan dari masa penjajahan tersebut sudah tentu dapat digolongkan termasuk dalam sistem hukum pidana Eropa Kontinental tersebut.
Namun sebagai suatu negara yang telah merdeka dan mempunyai falsafah hidup sendiri tentulah harus terus berusaha menciptakan hukum pidana yang sesuai dengan kepribadian bangsa sendiri.
A. Sistem Hukum Pidana Anglo Saxon
Sistem hukum pidana Anglo Saxon adalah suatu sistem hukum pidana yang berasal dari negara-negara Anglo Saxon yaitu Amerika Serikat dan Inggris. Temasuk ke dalam sistem ini adalah negara-negara lain baik itu di Asia, Australia, Afrika, dan Amerika yang dalam sejarahnya pernah mengalami penjajahan dari negara-negara Anglo Saxon tersebut yang sampai saat ini masih menganut dan menerapkan sistem hukum pidana Anglo Saxon tersebut.
Sebagaimana sistem Eropa Kontinental maka sistem hukum pidana Anglo Saxon mempunyai ciri-ciri yang khas pula.
Di negara-negara Anglo Saxon seperti Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara ex-dominionnya seperti Malaysia, Filipina, dan lain-lain sumber utama hukum pidananya bukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah terkodifikasi tetapi adalah hukum umum (Common Law) baik berupa undang-undang (Statue act), Yurisprudensi maupun perundang-undangan lain (delegated Legislation).
Sumber-sumber ini berkembang terus dan bertambah tahun demi tahun, sehingga untuk memperlajarinya harus mengumpulkan terlebih dahulu berbagai yurisprudensi dan perundang-uinmdangan yang bersangkutan. Usaha untuk mengkofikasikannya baru bagian demi bagian yang sudah tercapai, seperti:
- Undang-undang tentang kejahatan terhadap orang (Offences against the person act);
- Undang-Undang tentang Kejahatan Seksual (Sexual Act);
- Undang-Undang tentang Pencurian (Theft Act), dan lain-lain.
Namun usaha untuk mengkofikasikan keseluruhannya dan mengunifikasikannya belum berhasil sepenuhnya.
Oleh karena sumber hukum pidana yang utama adalah Common Law, kepastian hukum yang bersifat material yang dalam prakteknya senantiasa dapat mengikuti perkembangan kesadaran hukum dalammasyarakat. Hal ini nampaknya sejalan dengan ajaran Paul Van Schalten tentang “Het Open Sistem vanm Het Recht” yang pada dasarnya mengakui kesadaran hukum yang berkembang baik di kalangan penegak hukum dan masyarakat.
Kepastian hukum yang bersifat material ini lebih dihargai lagi bila kita lihat dari sistem pelaksanaan peradilan di negara-negara Anglo Saxon yaitu sistem Juri. Menurut sistem ini dalam suatu persidangan perkara pidana para Juri-lah yang menentukan apakah terdakwa atau tertuduh itu bersalah (guilty) atau tidak bersalah (not guilty) setelah pemeriksaan selesai. Jika Juri menentukan bersalah barulah Hakim (biasanya tunggal) berperan menentukan berat ringannya pidana atau jenis pidananya. Bila Juri menentukan tidak bersalah maka Hakim membebaskan terdakwa (tertuduh).
B. Sistem Hukum Pidana Negara-Negara Sosialis
Sistem ini pada umumnya dianut oleh negara-negara yang berideologi komunis dengan berindukkan pada sistem Hukum Pidana di Sovyet Rusia dan RRC walaupun perkembangan dunia akhir-akhir ini menunjukkan kehancuran dan kegagalan ideologi dan sistem komunisme di negara induknya (Sovyet) yang diikuti oleh negara-negara komunis lainnya, namun itu berpengaruh besar dalam sistem ekonomi dan politiknya. Walaupun dalam bidang hukum akan segera menunjukkan perubahan pula.
Pada dasarnya di negara sosialis seperti Sovyet dianut sistem kodifikasi. Namun bila dikaitkan dengan konsep kejahatan/tindak pidana yang masihberlku dan diatur dalam Pasal 7 dari Fundamental of Criminil Legislation for the USSR and the Union Republics yang mengatakan bahwa “Kejahatan adalah tindakan atau kelalaian yang membahayakan masyarakat”, maka dalam penerapannya akan berkembang berbagai peraturan dan yurisprudensi tentang apa yang merupakan kejahatan. Hal ini tentu saja sekaligus menggoyahkan asas kepastian hukum.
Dalam hal sistem peradilan negara-negara sosial menggunakan sistem Hakim atau Majelis Hakim untuk menentukan bersalah atau tidaknya seseorang terdakwa sekaligus menjatuhkan vonisnya.
Perbandingan hukum sangat bermanfaat dalam usaha memperdalam dan memperluas pengetahuan kita dalam tiap bidang hukum yaitu Falsafah Hukum, Sosilogi Hukum, dan Sejarah Hukum sekaligus.
BAB III
PERANAN DAN MANFAAT PERBANDINGAN HUKUM PIDANA
BAGI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL
PERANAN DAN MANFAAT PERBANDINGAN HUKUM PIDANA
BAGI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL
A. Manfaat Ilmiah dan Praktis
Apabila kita melakukan perbandingan hukum pidana maka hal itu adalah karena didorong adanya kebutuhan-kebutuhan akan manfaatnya bagi kita, di mana manfaat-manfaat tersebut secara garis besarnya dapat dibedakan dalam:
1. Manfaat perbandingan hukum pidana secara ilmiah.
Dengan membanding-bandingkan berbagai sistem hukum pidana dari berbagai negara maka pengetahuan kita tentang hukum dan pranata-pranatanya akan semakin dalam dan luas. Hal ini karena kita dapat melihat bahwa terhadap suatu problem atau kebuthan yang sama dapat dicapai suatupenyelesaian atau problem solving yang berbeda-beda.
Di samping itu dapat juga dilihat bahwa walaupun masyarakat dan kebudayaannya berbeda-beda tetapi dapat menyelesaikan persoalan yang sama dengan cara yang sama pula, sedang suatu masyarakat yang mempunyai budaya yang sama mungkin dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan cara yang berbeda. Hal ini tentulah akan memperluas cakrawala ataupun wawasan berpikir kita sekaligus menghindarkan diri dari kepicikan dan mempunyai anggapan yang baik berupa anggapan bahwa hukum kitalah yang terbaik (chauvinistis) dan menilai orang baik tidak baik atau menganggapbahwa sistem kita tidak baik dibandingkan dengan sistem hukum negara lain (rasa rendah diri).
Selanjutnya dengan perbandingan hukum dapat ditingkatkan kualitas pendidikan hukum. Para sarjana hukum akan mempunyai legalr reasoning tentang suatu lembaga hukum yang ada, di samping itu juga degan perbandingan hukum ini akan menimbulkan banyak inspirasi atas berbagai hal yang sekaligus merupakan usaha dan sumbangan yang berharga bagi perkembangan ilmu hukum pidana yang nantinya dapat berguna dalam praktek.
a. Manfaat Perbandingan Hukum Pidana bagi Kegiatan Praktis
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa hukum asing banyak memberi bantuan dalam memecahkan persoalan-persoalan ang akan digunakan untuk pengembangan hukum sendiri. Oleh karena iutu, perbandingan hukum sangat berguna bagi Pembuat Undang-Undang (Legislator) dalam badan legislatif.
Bagi para Hakim, studi Perbandingan Hukum akan banyak manfaatnya. Oleh karena dengan membandingkan aturan [erundang-undangan sendiri degan aturan perundang-undangan asing mengenai hal yang sama, para Hakim bisa mendapat pandangan yang lebih baik mengnai arti ari aturan itu sendiri. Perbandinganhukum dapat memberi pengetahuan yang lebih baik untuk mentafsirkan suatu aturan perundang-undangan yang selanjutnya dapat melahirkan yurisprudensi-yuriusprudensi baru yang bermutu dan up to date.
Dengan makin eratnya hubungan antara negara yang satu dengan negara yang lain (adanya interdependensi antar negara) maka akan timbul kebutuhan yang sangat akan adanya persesuaian (harmonisasi hukum pidana yang satu dengan yang lain). Pada mulanya ini akan berpengaruh sekali dalam bidang perdagangan dan politik, tetapi terjadi suatu tindak pidana yang menimbulkan adanya titik-taut dalam hukum pidana maa terasalah perlunya harmoniasi hukum pidana antar negara itu. Sebagai contohnya dapat disebutkan adalah masalah-masalah kejahatan yang dapat diekstradisi.
B. Pembentukan Hukum Pidana Nasional yang Bermutu dan Up to Date
Indonesia sampai sekarang mewarisi KUHP yang berasal dari masa penjajahan Belanda, walaupun memang di sana-sini banyak yang sudah ditambah, diubah, dan diganti. Namun bagaimanapun juga, KUHP tersebut dahulu disusun sesuai dengan ideologi penjajah dan sudah pasti sebagian ketentuannya telah ketinggalan zaman (out to date). Oleh karena itulah kita sambut baik usaha pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehakiman, yang sedang berusaha mempersiapkan Rancangan KUH Pidana Nasional yang baru, yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini dan saat yang akan datang.
Dalam usaha untuk membentuk KUHP Nasional yang baru dan bermutu itulah kita suka atau tidak suka membutuhkan pengetahuan tentang berbagai sistem hukum pidana asing maupun juga dalam konteks ini Hukum Pidana Adat. Hal ini dikarenakan kita dapat mengambil bahan-bahan yang berguna bagi kita di Indonesia. Apalagi hukum pidana suatu negara modern harus mencerminkan “several world view”. Termasuk juga, sebagaimana disebutkan di atas, mempelajari hukum pidana adat Indonesia oleh karena KUHP yang baru nanti sudah tentu harus mencerminkan keperibadian Indonesia.
Dengan demikian para perencana undang-undang dan pembuat undang-undang pidana baik DPR maupun pihak pemerintahan dapat menarik manfaat dari studi perbandingan hukum pidana.
Ada beberapa ketentuan dalam KUHP Indonesia sekarang yang harus didekriminalisasi dan ada pula hal-hal yang terjadi dalam masyarakat yang perlu didekriminalisasi dengan segera untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Masalah yang berhubungan dengan Keluarga Berencana, penjualan alat-alat untuk menegah kehamilan yang dilarang dalam KUHP perlu ditinjau kembali. Selanjutnya hal-hal seperti kejahatan yang dilakukan oleh korporasio atau badan hukum, kejahgatan dalam kegiatan bursa saham perlu mendapat perhatian pula untuk dimasukkan ke dalam ketentuan undang-undang pidana.
KUHP Nasional yang baru harus mempunyai jangkauan puluhan tahun ke depan agar tidak berubah-ubah tiap sebentar. Untuk itulah hukum pidana negara lain yang telah puluhan tahun lebih maju kehidupannya perlu dipelajari.
Selanjutnya, studi perbandingan hukum pidana adalah untuk memenuhi perintah Pasal 32 UUD 1945 dan penjelasannya yang berbunyi:
Pasal 32 UUD 1945: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Penjelasan Pasal 32 UUD 1945:
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia. Kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Sebagai contoh oleh Prof. Oemar Seno Adji, S.H. dikemukakan bahwa dalam rancangan KUHP yang baru di buku I dicantumkan adanya suatu sanksi adat pidana sebagai memenuhi kewajiban adat dan pembayaran ganti kerugian khususnya kepada korban pelanggaran. Dalam peraturan-peraturan modern mengenai kompensasi ataupun restitusi kepada “victim” tersebut ketentuan adat dapat berkembang ke dalamnya.
Dalam hal ganti rugi kepada victim ini kita dapat mengambil pengalaman dari penerapan Bab V KUHP Philipina tentang Pertanggungjawaban Perdata yang antara lain menyatakan:
“Bahwa setiap orang yang dipertanggungjawabkan pidana karena suatu kejahatan juga dipertanggungjawabkan karena kejahatan tersebut.”
Dengan demikian dapatlah kita melihat bahwa perbandingan hukum pidana sangat perlu terutama dalam menyusun KUHP Nasional yang baru, bermutu, dan up to date, serta dapat mengantisipasi permasalahan-permasalahan hukum yang timbul di masa sekarang dan di masa depan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KesimpulanSetelah melalui pembahasan pada bab-bab terdahulu maka penulis sampai kepada suatu kesimpulan yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:
1. Perbandingan hukum (rechtvergelijking) adalah suatu kegiatan membanding-bandingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain ataupun membanding-bandingkan lembaga hukum (legal institution) dari suatu sistem hukum dengan lembaga hukum dari sistem hukum yang lain. Perbandingan hukum itu dapat dilakukan antara:
- hukum tertentu pada masa lampau dengan hukum yang sama dengan hukum yang sedang berlaku pada masa sekarang;
- hukum yang sifatnya deskriptive dengan yang bersifat applied (praxis);
- hukum publik dengan hukum privat;
- hukum tertulis dengan hukum yang tidak tertulis (hukum adat), dan lain sebagainya.
2. Perbandingan hukum pidana (Comparative Criminal Law) mempunyai banyak manfaat baik secara ilmiah untuk meningkatkan kualitas pendidikan hukum dan pengembangan ilmu hukum pidana maupun secara praktis dalam bidang legislatif, judikatif (untuk pengembangan yurisprudensi) serta untuk meningkatkan hubungan internasional dengan danya harmoninasi hukum antar negara.
3. Studi Perbandingan Hukum pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan dari Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasanya yaitu untuk memajukan kebudayaan nasional.
4. Perbandingan hukum pidana sangat dibutuhkan dalam rangka penyusunan KUHP Nasional yang baru dan bermutu, yaitu dengan menggali puncak-punak kebudayaan daerah berupa hukum pidana adat yang mempunyai nilai tinggi dan universal dan dengan memilih dan mengambil unsur-unsur hukum pidana negara lain yang lebih maju dan berguna.
B. Saran-Saran
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas penulis mencoba memberikan beberapa saran yang kiranya dapat berguna, sebagai berikut:
1. Diharapkan agar kitanya lembaga-lembaga pendidikan khususnya fakultas-fakultas hukum menjadikan mata kuliah perbandingan hukum pidana (Comparative Criminal Law) sebagai mata kuliah wajib dan termasuk dalam kurikulum minimal di Fakultas \fakultas hukum tersebut.
2. Studi perbandingan hukum sebaiknya tidak hanya mempelahjari hukum pidana negara-negara lain tetapi juga mempelajari hukum pidana adat Indonesia yang cukup beraneka-ragam.
3. Pengambilan nilai-nilai budyaa asing dalam bidang hukum hendaklah dilakukan secara selektif dan tidak mengorbankan nilai-nilai kepribadian bangsa.
4. Sebaiknya dapat dintensifkan kegiatan-kegiatan seperti up grading, lokakarya, dan lain-lain tentang perbandingan hukum (pidana) bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti para hakim, jaksa, anggota DPR maupun para Staf Pengajar di Perguruan-Perguruan Tinggi khususnya di Jurusan Hukum Pidana Fakultas-Fakultas Hukum.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi. Dr., S.H. 1987. KUHP Republik Phlipina sebagai Perbandingan, Ghalia Indonesia, Jakarta
Hamzah, Andi. Dr. SH. 1987. KUHP Republik Korea Sebagai Perbandingan, Galia Indonesia, Jakarta
Hartono, Sunaryati. DR., S.H., 1992. Capita Selecta Perbandingan Hukum, Alumni, Bandung
Sianturi, R. 1983. Hukum Pidana Perbandingan, Penerbit Alumni AHM PT HM, Jakarta.
Seno Adji, Oemar, Prof. SH, 1998. Komentar Atas Seri Terjemahan KUHP Negara-Negara Asing, Ghalia Indonesia
Whitecross, Paton George, 1985. A Teks Book of Jurisprudentie, terjemahan G. Soedarsono, BA, dkk., Penerbit : Yayasan GP Gadjah Mada, Jogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar