Find Us

Sabtu, 18 Juni 2011

Urf

Pengertian



Urf menurut bahasa berarti mengetahui, kemudian dipakai dalam arti sesuatu yang yang diketahui, dikenal, diangap baik dan diterima oleh pikiran yang sehat. Sedangkan menurut para ahli ushul fiqh, Urf adalah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan mereka menjadikan tradisi. Dengan kata lain Urf merupakan sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh sebagian ulama ushul fiqh, Urf disebut adat (adat kebiasaan).
Sekalipun dalam pengertian istilah hampir tidak ada perbedaan antara 'urf dengan adat (adat kebiasaan), namun dalam pemahaman biasa diartikan bahwa pengertian 'urf lebih umum dibandingkan dengan pengertian adat, karena adat disamping telah dikenal oleh masyarakat, juga telah biasa dikerjakan di kalangan mereka, seakan-akan telah merupakan hukum tertulis, sehingga ada sanksi-sanksi terhadap orang yang melanggarnya.
Seperti dalam salam (jual beli dengan pesanan) yang tidak memenuhi syarat jual beli. Menurut syarat jual beli ialah pada saat jual beli dilangsungkan pihak pembeli telah menerima barang yang dibeli dan pihak penjual telah menerima uang penjualan barangnya. Sedang pada salam barang yang akan dibeli itu belum ada wujudnya pada saat akad jual beli dilakukan, baru ada dalam bentuk gambaran saja. Tetapi karena telah menjadi adat kebiasaan dalam masyarakat, bahkan dapat memperlancar arus jual beli, maka salam itu dibolehkan. Dilihat sepintas lalu, seakan-akan ada persamaan antara ijma' dengan 'urf, karena keduanya sama-sama ditetapkan secara kesepakatan dan tidak ada yang menyalahinya. Perbedaannya ialah pada ijma' ada suatu peristiwa atau kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya. Karena itu para mujtahid membahas dan menyatakan kepadanya, kemudian ternyata pendapatnya sama. Sedang pada 'urf bahwa telah terjadi suatu peristiwa atau kejadian, kemudian seseorang atau beberapa anggota masyarakat sependapat dan melaksanakannya. Hal ini dipandang baik pula oleh anggota masyarakat yang lain, lalu mereka mengerjakan pula. Lama-kelamaan mereka terbiasa mengerjakannya sehingga merupakan hukum tidak tertulis yang telah berlaku diantara mereka. Pada ijma' masyarakat melaksanakan suatu pendapat karena para mujtahid telah menyepakatinya, sedang pada 'urf, masyarakat mengerjakannya karena mereka telah biasa mengerjakannya dan memandangnya baik.
Kehujjahan Urf
            Para ulama berpendapat bahwa urf yang shahih saja yang dapat dijadikan dasar pertimbangan mujtahid maupun para hakim untuk menetapkan hukum atau keputusan. Ulama Malikiyah banyak menetapkan hukum berdasarkan perbuatan-perbuatan penduduk Madinah. Berarti, beliau menganggap apa yang terdapat dalam masyarakat dapat dijadikan sumber hukum dengan ketentuan tidak bertentangan dengan syara’.
            Imam Safi’i terkenal dengan Qoul qadim dan Qoul jadidnya, karena melihat pratek yang belaku pada masyarakat Bagdad dan Mesir yang berlainan. Sedangkan urf yang fasid tidak dapat diterima, hal itu jelas karena bertentangan dengan syara’ nash maupun ketentuan umum nash
Pembagian Urf
1.      Ditinjau dari bentuknya (sifatnya) ada dua macam:
a.       Al Urf al Qauliyah ('Urf qauli), ialah 'urf yang berupa perkataan' seperti perkataan walad, menurut bahasa berarti anak, termasuk di dalamnya anak laki-laki dan anak perempuan. Tetapi dalam percakapan sehari-hari biasa diartikan dengan anak laki-laki saja. Lahmun, menurut bahasa berarti daging termasuk di dalamnya segala macam daging, seperti daging binatang darat dan ikan. Tetapi dalam percakapan sehari-hari hanya berarti binatang darat saja, tidak termasuk di dalamnya daging binatang air (ikan).
b.      Al Urf al Fi’ly (‘Urf amali), ialah 'urf yang berupa perbuatan. Seperti jual beli dalam masyarakat tanpa mengucapkan shighat akad jual beli. Padahal menurut syara', shighat jual beli itu merupakan salah satu rukun jual beli. Tetapi karena telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat melakukan jual beli tanpa shighat jual beli dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka syara' membolehkannya.
2.      Ditinjau dari segi nilainya (diterima atau tidaknya), ada dua macam:
a.       Al Urf as Shahih (‘Urf shahih), ialah 'urf yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara'. Seperti mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan akad nikah, dipandang baik, telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan syara'. (‘urf yang baik dan dapat diterima, karena tidak bertentangan dengan nash dan hukum syara’).
b.      Al Urf al Fasid (‘Urf fasid), ialah 'urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan syara'. Seperti kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau suatu tempat yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima, karena berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan agama Islam. (‘urf yang tidak dapat diteima, karena bertentangan dengan hukum syara’).
3.      Ditinjau dari luas berlakunya, ada dua macam:
a.       Al Urf Am (‘Urf 'âm), ialah Ialah 'urf yang berlaku pada suatu tempat, masa dan keadaan, seperti memberi hadiah (tip) kepada orang yang telah memberikan jasanya kepada kita, mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah membantu kita dan sebagainya. (‘urf yang berlaku untuk seluruh tempat sejak dahulu hingga sekarang).
b.      Al Urf al Khas (‘Urf khash), Ialah 'urf yang hanya berlaku pada tempat, masa atau keadaan tertentu saja. Seperti mengadakan halal bi halal yang biasa dilakukan oleh bangsa Indonesia yang beragama Islam pada setiap selesai menunaikan ibadah puasa bulan Ramadhan, sedang pada negara-negara Islam lain tidak dibiasakan. (‘urf yang yang berlaku hanya dikenal pada suatu tempat saja, urf adalah kebiasaan masyarakat tetentu).
Syarat-syarat Urf dapat diterima oleh hukum Islam
1.      Tidak ada dalil yang khusus untuk suatu masalah baik dalam al Qur’an atau as Sunnah.
2.      Pemakaian tidak mengakibatkan dikesampingkanya nash syari’at termasuk juga tidak mengakibatkan masadat, kesulitan atau kesempitan.
3.      Telah berlaku secara umum dalam arti bukan hanya dilakukan beberapa orang saja.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More